www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

27-12-2018

Kemiripan-kemiripan pose [i] Joko Widodo setelah menjadi RI-1 membuat penasaran beberapa khalayak. Pose photo konsumsi publik yang membuat penasaran itu adalah photo-photo dalam ‘pose sendirian’. Jauh dari apa yang sampai ke publik sebelum menjadi RI-1, yaitu seringnya ada di tengah-tengah kerumunan.[ii] Alasan pergeseran ini yang tahu persis pastinya adalah ‘konsultan-citra’-nya. Kalau kita boleh menebak, mungkin biar nampak sebagai sosok yang berdaulat beneran.[iii] Kayak sosok Vladimir Putin saat inagurasi jadi Presiden Rusia.[iv] Mungkin.

Dari jejak digital banyak ditemukan ‘pose sendirian’ Jokowi itu. Banyaaak. Tentu kita tidak bisa menolak atau ikut-ikutan mengatur: mbok jangan gitu, jangan gini. Adalah haknya tim konsultan citra-nya untuk jumpalitan kanan-kiri-atas-bawah-depan-belakang. Tetapi tentu kita punya hak juga terkait dengan itu, hak untuk mulai terusik, mulai bertanya-tanya, sampai pada hak untuk garuk-garuk kepala.

‘Pose sendirian’ terakhir sampai ke publik ternyata tidak hanya membuat garuk-garuk kepala kebanyakan khalayak. Pose itu adalah ketika berpose sendirian di lokasi bencana tsunami Selat Sunda akhir-akhir ini. Sebenarnya dari hasil jepretan para photographer itu tidak jauh beda dengan pose-pose sendirian Jokowi di lokasi bencana lainnya. Bahkan ketika dikompilasi jadi satu bingkai-pun rasanya hanya sampai pada respon garuk-garuk kepala. Makin kenceng garuk-garuknya, pastilah. Tetapi nampaknya masih dalam jangkauan garuk-garuk. Yang kalau itu diterjemahkan dalam kata-kata: kebangetan.

Yang membedakan dengan lainnya, photo pose sendirian Jokowi di lokasi bencana, dalam hal ini tsunami Selat Sunda, sampai ke publik dengan video saat ‘pra-fota-foto’-nya dalam pose sendirian itu. Dengan adanya video ‘pra-fota-foto’ itu, tiba-tiba saja penghayatan akan ‘foto sendirian’ itu menjadi berbeda. Foto sendirian itu kemudian kita hayati sebagai bagian (part) dari video ‘pra-fota-foto’ itu. Dalam video ‘pra-fota-foto’ itu nampak Jokowi dengan ‘sengaja’ memisahkan diri atau meninggalkan rombongan kecilnya untuk berjalan sendirian, dan ‘membiarkan’ dirinya sebagai obyek photo-photo dalam pose sendiriannya. Atau jika kita melihat film, pada saat yang sama kita melihat sekaligus juga ‘behind the scene’-nya. Penghayatan yang berbeda ini akan memberikan antisipasi yang berbeda pula. Kalau sebelumnya cuman garuk-garuk kepala dan menggerutu: kebangetan, sekarang mungkin: muak.

Jack Separo Gendeng (Sudjiwo Tedjo) benar juga dalam melihat ‘peristiwa’ ini, seperti diungkapnya:

Kok gini? Kok gitu? Kan mestinya ndak gitu agar gak ketahuan bo’ongnya? Hadeuuuh... Hollywood yg jago bikin skenario dan berpengalaman puluhan tahun aja skenarionya masih bolong-bolong, Cuk.[v]

Film Hollywood tentu ada kelas-kelas-nya. Semakin tinggi kelasnya, atau yang mempunyai kans besar masuk nominasi Oscar tentu bolong-bolong-nya skenario misalnya, akan jauh lebih sedikit dari bolong-bolong-nya film kelas medioker. Demikian juga misalnya soal penyutradaraannya, maupun pada aktor utamanya. *** (27-12-2018)

 

[i] Menurut Kamus bahasa Indonesia, pose = gaya atau sikap yang ditampilkan ketika dipotret atau dilukis

[ii] Lihat juga: https://www.pergerakankebangsaan.com/184-Kerumunan-dan-Anaknya/

[iii] Lihat juga: https://www.pergerakankebangsaan.com/027-Bukan-Sok-Pahlawan/

[iv] https://www.youtube.com/watch?v=tMEq87u-OMU

[v] https://twitter.com/sudjiwotedjo/status/1077551918765944833

Jack Separo Gendeng Bener, Cuk

 

gallery/tedjo