www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

12-10-2022

Ada bermacam pendekatan tentang  ‘janji’ (promises)[1], salah satunya adalah dikaitkan dengan ‘harapan’. Harapan bisa dihayati sebagai sebuah pulau kepastian di tengah-tengah samudera ketidak-pastian. Karena kita tidak punya ‘mesin waktu’ yang bisa melompat ke masa depan. Ideologi bisa ada diantara kita juga sakah satunya soal harapan ini. Janji-janji tertentu yang ditawarkan. Manusia dengan kesadaran temaramnya –twilight state, menurut Hermann Broch, bisa dikatakan akan mudah ‘terinfeksi’ dengan bermacam janji. Apalagi jika hidup penuh dengan ketidak-pastian. Terlebih lagi ketika janji-janji dilempar dengan latar belakang kerumunan. ‘Manusia individu’-pun bisa dengan mudah berubah menjadi ‘manusia massa’. Lihat saja jejak digital ketika ‘kebocoran anggaran negara’ jadi olok-olok di panggung kerumunan. “Bocooor ... bocoooor .... bocoooor,” demikian dari atas podium keluar kata-kata tidak mutu itu. Tetapi kerumunanpun menyahut teriakan tidak mutu itu dengan gegap gempitanya. Kesalahan tidak pada kerumunan pertama-tama, tetapi yang di atas podium itulah pertama-tama yang salah, terkait merebaknya ke-tidak-mutu-an saat itu.

Janji tidak hanya berurusan dalam nuansa ‘kerumunan’ seperti di atas. Bisa antara dua orang, atau lebih. Tetapi apapun itu, ‘memegang janji’ bisa dikatakan juga sebagai sebuah wujud dari komitmen. Apakah kita bisa membedakan bagaimana ‘janji’ dikelola di bermacam bentuk rejim? Rejim monarki, aristokrasi, dan demokrasi, misalnya. Kemana si-mono dalam rejim monarki lebih akan membuat janji? Atau si-aristokrat, dan demos? Atau jika kita memakai istilah ‘kontrak sosial’, apakah ada bedanya? Ketika ada di ranah rejim demokrasi, maka ‘kontrak sosial’ atau ‘janji-janji’ itu jelas dengan demos, dengan rakyat. Yang jadi masalah, menurut Machiavelli, orang kebanyakan itu pada umumnya mudah ditipu. Atau bahkan senang ditipu. Dan memang, tipu-muslihat itu bisa dikatakan salah satu ‘kekuatan’ tertua, bahkan di dunia binatang sekalipun. Tetapi meski begitu, tetaplah demokrasi itu bukanlah terus menjadi 'pinalti tanpa wasit'.

Benchmarking atau patok duga adalah salah satu alat penting dalam mengupayakan sebuah kemajuan. Ahli-ahli manajemen akan bilang begitu. Rejim demokrasi dengan gelar pemilihannya pada dasarnya adalah suatu peristiwa yang melibatkan input-proses-output yang diulang-ulang, setiap 5 tahun misalnya. Dan kemajuan yang diharapkan. Salah satu input penting adalah janji-janji yang diungkap dalam pemilihan. Atau yang terungkap ketika sedang mencari dukungan di sana-sini. Dan pada janji-janji itulah sebenarnya ‘standard’ ketika kita melakukan patok-duga, sampai dimana sebenarnya proses-proses  yang sedang terjadi. Mengharapkan ‘niat-baik’ dari si-terpilih untuk menepati janji-janjinya boleh-boleh saja, tetapi itu belumlah cukup. Sangat tidak cukup. Justru adanya  oposisi, masyarakat sipil yang terus menerus mengingatkan dan memberikan tekanan jika perlu, atau juga pers dan sekarang: juga media sosial menjadi sangat penting. Dalam dunia digital seperti sekarang ini, apa yang dijanjikan saat itu, saat kampanye misalnya, atau saat menjawab pertanyaan wartawan, dengan mudah akan ‘dipanggil’ lagi. Dan sangat sah jika kemudian dibandingkan dengan situasi yang sedang  berjalan. Maka sebenarnya, sungguh ‘nekad’ jika kemudian tipu-muslihat itu menjadi ‘andalan utama’. Tipu-tipu yang di jaman serba digital ini akan dengan mudah dan cepat ‘dibongkar’. Maka tak mengherankan pula jika ‘kesadaran temaram’ itu kemudian dieksploitasi habis-habisan, melalui bermacam rutenya, dan hasilnya adalah fanatisme yang tidak habis-habisnya.

Maka jika seorang pemimpin itu andalan utamanya adalah tipu-tipu-tanpa-beban-tidak-tahu-batas, rasa-rasanya bukan republik yang sedang dipimpin, tetapi kebun binatang. Rakyat kemudian dipandang sebagai kumpulan dari munyuk, kethèk, bebek, asu, kirik, jaran, buaya, laler, coro, semut, dan lain-lainnya. Berlebihan? Tidaklah, lihat yang  pernah ditulis Syed Hussein Alatas soal ‘ideologi’ kaum penjajah dalam memandang si-terjajah, the lazy native. Lihat bagaimana mereka memandang ketika orang-orang yang terbunuh di luar mereka dan kelompoknya? Seakan bukan manusia lagi, tetapi di luar mereka –si-penguasa, adalah the ------ native. Bukan manusia. *** (12-10-2022)

 

[1] https://plato.stanford.edu/entries

/promises/#:~:text=One%20has

%20a%20moral%20duty,duty%

20to%20keep%20one's%20promises.

 

Janji Sebagai 'Wasit'