www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

28-4-2018

Rasanya kita seperti hidup dalam dua demokrasi. Demokrasi yang kita jalani, kita hayati hari-ke-hari dan demokrasi menurut para surveyor. Kata mereka -para surveyor, demokrasi merekalah yang obyektif, sedang yang kita hayati itu subyektif. Memang berbeda, tidak seperti survei-survei, kita hampir tidak pernah membagi-bagi penghayatan akan demokrasi dalam penggalan waktu-waktu tertentu. Sedang survei-survei, pastilah akan menetapkan dulu rentang waktunya. Kita menghayati dalam waktu subyektif-psikologis, sedang survei secara ketat berdasarkan waktu obyektif yang serba terukur. Karena penghayatan kita sebenarnya bersifat kontinyu, maka untuk mendapatkan ‘posisi tawar yang kuat’ survei-pun akan dilakukan secara serial, juga berulang-kali demi menjaga klaim obyektifitasnya.

Demokrasi yang kita alami itu secara sedikit-demi sedikit, disadari atau tidak, akan memberikan endapan ‘pengetahuan’. Berbagai endapan-endapan pengetahuan itu tidaklah mungkin akan bisa terungkap semua dalam daftar pertanyaan survei, misalnya jika kebetulan kita jadi salah satu responden. Bahkan jika tidak jadi responden-pun, banyak yang tidak bisa dikatakan atau diungkap. Inilah yang mungkin disebut sebagai pengetahuan tersirat (tacit knowledge). Atau dari kata-kata Michael Polanyi: “We know more than we can tell”.

Meskipun sifatnya tersirat, tacit knowledge sebenarnya bisa ‘ditransfer’ melalui kontak personal yang akrab, interaksi terus menerus serta didasari saling-percaya. Dari sini semakin nampak pendapat Noam Chomsky dapat lebih terjelaskan. Chomsky dalam Politik Kuasa Media (2006) mengatakan: “Namun, selama publik terus dibatasi, dialihkan perhatiannya, dan tidak punya akses untuk berorganisasi atau menyatakan sentimennya, atau bahkan untuk mengetahui kalau orang lain juga menyimpan sentimen yang sama, keadaan tidak akan berubah”.[i] Pendapat Chomsky ini terkait dengan bagaimana Ronald Reagan memenangkan pemilihan untuk periode ke-dua (--‘keadaan tidak akan berubah’: tetap jadi presiden) meski banyak program di periode pertama sebenarnya tidak populer.[ii]

Artinya bahwa, ‘publik terus dibatasi, dialihkan perhatiannya’ dan seterusnya itu adalah upaya menghalangi ‘transfer’ tacit knowledge dan menahannya sehingga tidak menjadi explicit knowledge (pengetahuan tersurat). Dalam penelitian, transfer tacit knowledge tersebut juga kadang memerlukan fasilitator tertentu, dan mungkin disitulah aspek saling-percaya dibangun. Maka jika ‘publik terus dibatasi, dialihkan perhatiannya’ dan seterusnya itu kemudian ditambah dengan ‘dirusaknya’ beberapa figur ‘pemangku’ ke-saling-percayaan, maka semakin sulitlah pengetahun tersirat itu menjadi tersurat. Dan ujungnya adalah, pengetahuan tersurat hasil dari survei-survei serta media-media seperti televisi, koran, radio-lah yang akan lebih tersedia bagi publik. *** (28-4-2018)

 

[i] Noam Chomsky, Politik Kuasa Media, PINUS Book Publisher, 2006, cet.2, hlm. 34                  

[ii] Lihat, Belajar Dari Noam Chomsky, https://www.pergerakankebangsaan.com/041-Belajar-Dari-Noam-Chomsky/

Dua Demokrasi