www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

Belajar Dari Noam Chomsky

8-4-2018

Program-program rancangan Reagan sangat tidak populer. Pada pemilihan tahun 1984, di mana Ronald Reagan meraih suara mayoritas, sekitar tiga dari lima berharap kebijakan Reagan tidak diberlakukan. Jika anda melihat program tertentu, misalnya pengadaan senjata, pemotongan terhadap dana-dana sosial, dan sebagainya, hampir semuanya tidak didukung oleh publik. Namun, selama publik terus dibatasi, dialihkan perhatiannya, dan tidak punya akses untuk berorganisasi atau menyatakan sentimennya, atau bahkan untuk mengetahui kalau orang lain juga menyimpan sentimen yang sama, keadaan tidak akan berubah.[1]

Dari kutipan di atas, ada beberapa hal bisa menjadi pelajaran bersama. Pertama yang harus diingat adalah, tahun 1984 adalah masa pemilihan Presiden di Amerika Serikat, dan Ronald Reagan sedang berupaya memenangkan periode ke-dua pemerintahannya. Tetapi di satu pihak, dari periode pertama pemerintahannya banyak hal yang kalau dilihat, dalam kata-kata Chomsky di atas: “sekitar tiga dari lima berharap kebijakan Reagan tidak diberlakukan. Jika anda melihat program tertentu, misalnya pengadaan senjata, pemotongan terhadap dana-dana sosial, dan sebagainya, hampir semuanya tidak didukung oleh publik”. Tetapi mengapa Ronald Reagan tetap memenangkan pemilihan di tahun 1984 tersebut? Dari kutipan di atas, menurut Chomsky paling tidak karena:

(1) [selama] publik terus dibatasi,

(2) dialihkan perhatiannya,

(3) dan tidak punya akses untuk berorganisasi atau menyatakan sentimennya, atau bahkan untuk mengetahui kalau orang lain juga menyimpan sentimen yang sama,

(4) maka: keadaan tidak akan berubah. (: Ronald Reagan tetap menjadi presiden atau memenangkan pemilihan)

Chomsky melanjutkan bahwa orang yang tidak setuju akan hal tertentu (kebijakan-kebijakan Reagan), akan merasa ‘sendirian’ ketika berada di depan bilik suara. Ini adalah outcome dari ketiga hal pertama di atas. Dia tidak tahu perasaan atau pendapat orang lain, tidak ada akses untuk berkumpul dengan yang lain, dan perhatian selalu terus menerus dialihkan, maka tidak ada jalan lain ia akan mencoblos (lagi) Reagan meski ia tidak setuju dengan program-programnya. Karena ia akan merasa ‘aman’ dan tidak dianggap sebagai orang aneh karena berbeda.

Pada tahun 1984 belum ada jaringan internet, media sosial dan lain-lain. Jika sekarang internet dan jaringan media sosial sudah begitu merebak apakah itu berarti ketiga masalah yang disebut Chomsky (publik dibatasi, pengalihan perhatian, dan menyatakan sentimen) menjadi lebih mudah diatasi?

Di satu sisi memang internet dan jaringan sosial menjadikan tidak mudah lagi untuk memberikan batas ketat bagi publik, atau menghalangi satu orang untuk tahu apa yang dirasakan oleh orang lain. Tetapi di satu sisi, mengaca pada bocornya data pribadi dari Facebook akhir-akhir ini, bukankah merebaknya jaringan sosial media misalnya, juga bisa berarti semakin efektifnya propaganda?

Mungkinkah berkembang semacam propaganda yang ‘tailor-made’? Artinya, dengan data-data pribadi di tangan maka bisa dibuat program dengan algoritma tertentu yang mampu mengelompokkan pengguna (facebook, misalnya) dalam kelompok-kelompok dengan ciri-ciri / spesifikasi / profil tertentu. Dan berdasarkan pengelompokan itu dikirimkanlah ‘pesan’ propaganda yang sesuai (tailor made). Justru lebih tepat sasaran. Tidak mudah untuk membuktikan ini, tetapi dari yang kita rasakan terkait dengan berkembangnya ‘partisan digital’  hal tersebut sangatlah mungkin terjadi. Bagi Che Guevara, partisan itu layaknya ‘jesuit’-nya perang. Pilkada DKI kemarin ada yang bilang sebagai pilkada ‘paling brutal’. Kenapa? Kelihatannya karena faktor ke-partisan-an yang terbangun secara digital ini.

Dan jangan heran jika ‘partisan digital’ ini justru muncul di kalangan kelas menengah dan atas. Justru karena kesibukan sehari-hari mereka, propaganda dapat masuk dengan halus ke ruang-ruang bawah sadarnya. Atau mungkin pasangannya yang banyak di rumah tetapi menghabiskan banyak waktu di media sosial. Ke-ber-tubi-tubi-an propaganda (yang sudah disesuaikan dengan profilnya) masuk lewat media sosial juga sangat memungkinkan menjadikan mereka sebagai partisan yang ‘die-hard’. *** (8-4-2018)


[1] Noam Chomsky, Politik Kuasa Media, PINUS Book Publisher, 2006, cet.2, hlm. 34                 

gallery/noam