www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

Twit dari GM

2-4-2018

Pemimpin yang baik adalah yang plonga-plongo dan terus menerus belajar. Pemimpin yang buruk adalah yang merasa tahu, paling tahu, dan tak hendak mendengar.[1]

***

Dalam tradisi Konfusius terkait dengan meritokrasi, negara harus selalu berusaha keras untuk apa yang disebut dengan ‘shangshangce’, atau memilih yang terbaik dari terbaik (the best of the best). Memilih pemimpin dengan kaliber tertinggi.[2] Terbaik dari terbaik dengan kaliber tinggi tentulah di dalamnya mengandung arti mempunyai kemauan keras untuk selalu belajar. Juga meski ia the best of the best, bukan berarti pula ia akan merasa tahu sendiri atau paling tahu segalanya dan kemudian tidak mau mendengar. Ketika ia tidak mau terus-menerus belajar, merasa tahu dan paling tahu serta tidak mau mendengar, jelas dia bukan yang terbaik dari terbaik. Apalagi jika plonga-plongo.

Dokter meski sudah menyelesaikan studi kedokterannya, tetap saja ada ‘pendidikan dokter berkelanjutan’. Cobalah lihat mengapa pendidikan dasar di Singapura maju? Salah satunya adalah jumlah jam yang cukup banyak setiap tahunnya bagi guru-guru diwajibkan mengikuti pelatihan-pelatihan lanjutan. Bagi yang sekolah manajemen tentu akan akrab dengan learning organization terkait  bagaimana membangun sebuah organisasi atau perusahaan sehingga mampu memenangkan kompetisi. Kaizen yang ikut berperan penting dalam meraksasanya industri Jepang-pun tidak lepas dari upaya belajar terus-menerus.

Xin Jin Pin mungkin saja saat mendaftar sebagai anggota partai akan dilihat oleh pimpinan dalam standard kepartaian sebagai ‘yang imut dan plonga-plongo’. Perjalanan akan memberikan pelajaran disamping segala dinamika dalam partai, dan jadilah Xin Jin Ping di kemudian hari menjadi the best of the best dalam konteks tradisi shangshangce di atas. Pimpinan partai mungkin melihat potensi dalam Xin Jin Ping, tetapi karena shangshangce bukan hanya slogan tetapi hidup secara kultur maka Xin Jin Ping tidak langsung dikarbit jadi pimpinan tertinggi China. Keinginan keras untuk belajar bukanlah satu-satunya syarat menjadi seorang pemimpin. Demikian juga sikap tidak sok tahu dan mau mendengar. Dan semua itu adalah penting, sangat. Tetapi terus menjadi alasan menerima pemimpin yang plonga-plongo? Tentu tidak. Rakyat berhak mempunyai pemimpin yang terbaik dari yang terbaik seperti Xin Jin Ping.

Mungkin GM sedang bermimpi tentang indahnya pemimpin yang plonga-plongo tapi mau terus menerus belajar –baik di luar maupun di dalam kelas. Dalam tujuh hari terus menerus terlibat dalam pembelajaran. Satu hari yang kadang dipakai libur, baik guru dan murid berpakaian serba putih. Kadang pakai topi hitam. Kadang kaos putih-sandal jepit. Menyesuaikan keinginan dari para penyandang dana. Dua hari selanjutnya guru memakai seragam serba kuning (bukan kuningnya Golkar), dan dua hari lainnya guru memakai seragam serba merah (bukan merahnya PDIP). Dua hari sisanya, dalam mimpi GM, guru memakai seragam serba ungu .... *** (2-4-2018)

 

[2] Zhang Weiwei, China Horizon, The Glory and Dream of A Cicilizational State, World Century, 2016, hlm. 86

gallery/twiter