www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

Dalam duo demagog ini, untuk menaikkan elektabilitasnya, obyek (O)–mungkin karena kemampuan serba terbatas, akan memaksimalkan body language, dan model/mediator (M) kemudian melantunkan puja-pujinya –implisit atau eksplisit. Yang paling efektif sebagai model/mediator adalah media massa, terutama televisi, dan tentunya bentuk media lainnya juga. Akan lebih bertenaga jika di dalamnya mengandung lantunan puja-puji dari seseorang dengan modal sosial tinggi. Ini akan lebih ‘merangsang’ subyek (massa, pemilih, rakyat) untuk meniru model. Kategori model/mediator semacam ini mungkin yang disebut sebagai model/mediator eksternal. Sedang model internal dalam hal ini adalah kerumunan. Ketika obyek (calon gubernur, calon presiden, misalnya) sedang dalam aksi memaksimalkan body language-nya, ia akan selalu dikelilingi oleh kerumunan. Orang kadang menyebut efek yang diharapkan sebagai bandwagon effect. Dan dasarnya adalah meniru, layaknya warung yang ramai maka akan mengundang orang lain untuk meniru dan mencobanya.

Meski tidak banyak bicara, gabungan antara aksi body language dari obyek (entah itu masuk got, bawa gitar ke KPK, pakai kostum raja dan diarak, dan masih banyaaak lagi) dan aksi model/mediator (baik eksternal maupun internal) bisa dahsyat hasilnya. Tidak kalah dari ‘demagog tunggal’ atau ‘demagog klasik’ yang mengandalkan kekuatan oral-nya. Ingat temuan dari Albert Mehrabian (1971) dalam Silent Messages, 55 % efektifitas komunikasi ada pada body language, sedang kata-kata atau isinya hanya 7 %, sisanya (38%) ada pada intonasi waktu bicara. Boleh kurang setuju dengan besaran prosentasenya, tetapi jelas dalam komunikasi body language perannya tetaplah sangat penting.

Kambing Hitam Itu

29-3-2018

Duo demagog adalah demagog visual. Demagog bukan karena bahasa oral, tetapi bahasa tubuh, body language. Layaknya menonton film bisu dengan narasi. Mungkinkah demagog visual itu?

Rene Girard (1923-2015) menyebut sebagai segitiga hasrat (triangle of the desire), subyek (S) yang menghasrati obyek , model/mediator (M), dan obyek (O) yang dihasrati. Duo demagog adalah duet lekat erat  antara model/mediator dan obyek, sehingga subyek (S) menjadi begitu menghasrati obyek (O). Dalam hampir semua kasus, bagi Girard, subyek tidak bisa secara langsung menghasrati obyek. Subyek memerlukan model/mediator. Subyek meniru model/mediator. Maka teori Girad ini sering disebut mimetic theory.

gallery/mimetic

Mengapa demagog? Menurut James Fenimore Cooper (1838) disebut demagog jika (1) they fashion themselves as a man or woman of the common people, as opposed to the elites; (2) their politics depends on powerful, visceral connection with the people that dramatically transcends ordinary political popularity; (3) they manipulate this connection, and the raging popularity it affords, for their own benefit and ambition; and (4) they threaten or outright break established rules of conduct.[1] James Ceaser (1979) membedakan antara hard dan soft demagogues. Demagog yang soft menurut Ceaser: employ flattery, currying favor through impossible promises.[2]

Kemudian, apa hubungan antara aksi duo demagog dan kambing hitam yang menjadi judul tulisan ini?

Dalam  mimetic theory-nya, Girard menyinggung soal scapegoat (kambing hitam). Ketika subyek (S) meniru hasrat model/mediator (M) sehingga kemudian ikut-ikutan menghasrati obyek (O),  pada kelanjutannya ia akan melihat model/mediator justru sebagai rival/saingannya. Bayangkan anda sedang di restoran dan melihat seorang (A) sedang makan mie dan kemudian anda ikut-ikutan pesan mie tersebut. Tetapi ketika anda mau pesan ternyata mie sudah habis dan anda diberitahu bahwa mie yang sedang dimakan A adalah yang terakhir, tiba-tiba saja mungkin anda akan merasa dongkol dengan A. Dari kaca mata Thomas Hobbes, rivalitas itu dapat berkembang sehingga dapat menghancurkan hidup bersama, menghancurkan “komunitas pendukung” obyek yang sudah terbentuk, misalnya. Padahal lima tahun mendatang masih sangat diperlukan. Menurut Girard, untuk menghindari rivalitas berkembang menjadi menghancurkan maka perlu kambing hitam. Siapa atau apa yang bisa jadi kambing hitam? Macam-macam, salah satunya adalah: yang serba “radikal” itu ..... *** (Mar 2018)


[1] Signer, Michael, Demagogue, The Fight to Save Democracy from its Worst Enemies, Palgrave Macmillan, 2009, hlm. 35

[2] Ibid

gallery/sillet messege
gallery/jokowi karnival